BAB
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Semakin pesatnya perkembangan zaman
menyebabkan tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat semakin meningkat, terutama pada institusi pemerintah. Keluhan
masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu alasan
yang menunjukkan belum memadainya pelayanan yang diberikan oleh aparatur
pemerintah. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat
tersebut merupakan tantangan bagi pemerintah untuk dapat memberikan
pelayanan yang terbaik serta untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Meningkatnya tuntutan akan
pemenuhan kebutuhan ini terjadi pada masyarakat global termasuk di Indonesia sendiri. Terutama kebutuhan akan tanah,
karena tanah merupakan tempat utama bagi manusia dalam memenuhi sebagian
kebutuhan hidupnya. Meskipun
begitu pentingnya tanah dan bukti kepemilikannya, masih banyak tanah Hak Milik
yang belum bersertifikat. Karena banyaknya anggapan dari masyarakat bahwa
mengurus dan mendaftarkan tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu proses
pengurusannya terlalu berbelit-belit, memakan waktu yang terlalu panjang, memakan
biaya yang mahal, serta adanya pungutan-pungutan liar dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Kondisi semacam ini berdampak negatif
karena masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikasi tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Padahal sertifikasi
tanah itu sangat penting, tidak hanya untuk legalitas kepemilikan tanah. Namun jika dilihat dari
perspektif ekonomi.
Sertifikat tanah dapat
dimanfaatkan juga oleh masyarakat untuk mendapatkan modal usaha, sehingga
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahterannya.
Oleh karena hal- hal
tersebut Pemerintah meluncurkan Program Baru Berdasarkan pada Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang
LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maka secara resmi
LARASITA diterapkan di seluruh kantor Badan Pertanahan Nasional. LARASITA
(Layanan
Rakyat Sertipikasi untuk Tanah) merupakan sebuah
program baru dari Kantor Badan Pertanahan Nasional. Dengan program LARASITA ini
yaitu pelayanan bergerak diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan.
Program LARASITA ini hadir
di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Sehingga masyarakat tidak
perlu mengeluarkan dana yang besar untuk mendapatkan pelayanan. Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk membuat
judul “Pemberdayaan masyarakat melalui
program LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah)” .
I.2.
Rumusan Masalah
Berbicara
masalah tanah atau pertanahan, sangat berhubungan dengan proses persertifikatan
tanah dalam upaya tertib administrasi pertanahan. Disini penulis mencoba
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa sebenarnya
LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah) itu?
2.
Apa Landasan
Hukum pemberdayaan masyarakat di bidang Pertanahan?
3.
Bagaimana upaya
BPN RI dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat?
BAB II
PEMECAHAN MASALAH
II.1. Pengertian LARASITA
Pembangunan yang berbasiskan pemberdayaan
merupakan pilihan utama untuk mengatasi persoalan dasar, termasuk masalah
kemiskinan dan pengangguran. Program pengentasan masalah tersebut merupakan
salah satu wujud dari kebijakan reforma agraria. Dan salah satu program yang
dijalankan saat ini adalah LARASITA (Layanan
Rakyat untuk Sertipikasi Tanah), yang merupakan layanan rakyat untuk sertipikasi tanah yang
menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada di kantor pertanahan.
Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi diperlukan pemberian dan pendelegasian kewenangan yang diperlukan guna
kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme
untuk :
1. Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan
pembaharuan agraria (reforma agraria).
2.
Melaksanakan pendampingan dengan sosialisasi dan pemberdayaan
masyarakat bidang pertanahan.
3.
Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar dan tanah-tanah
yang diindikasikan terjadi konflik.
4. Memfasilitasi penyelesaian tanah yang berkonflik
yang mungkin tidak bisa diatasi dan diselesaikan di lapangan, karena fungsi BPN
sendiri adalah sebagai mediator.
II.1.1. Tujuan
dilahirkannya program LARASITA ini pada dasarnya bertujuan untuk :
1.
Membangun kepercayaan masyarakat terhadap BPN RI;
2.
Mendekatkan pelayanan pertanahan ke semua masyarakat,
terutama yang secara geografis mempunyai kendala untuk mendatangi Kantor
Pertanahan;
3.
Menghilangkan peran pihak ketiga dalam pelayanan
pertanahan;
4.
Mengurangi terjadinya konflik pertanahan;
5.
Mencapai target sertipikasi bidang tanah nasional;
6.
Meminimalkan bias informasi pertanahan kepada
masyarakat.
II.1.2. Manfaat Larasita,
antara lain adalah sebagai berikut:
- Masyarakat secara langsung menikmati pelayanan
yang terukur, jelas, tenang, dan mudah;
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kinerja birokrasi, khususnya BPN RI;
- Mewujudkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mudah dan terjangkau;
- Memberikan kepastian hukum dan proses serta
memudahkan bagi masyarakat yang hendak melakukan Sertipikasi tanah;
- Memotong rantai pengurusan sertipikat tanah dan
meminimalisir biaya pengurusannya;
- Meningkatkan nilai manfaat birokrasi kepada
masyarakat;
- Sebagai karya inovatif dalam pelayanan public
yang bisa mendorong kreativitas pelayanan oleh aparatur negara kepada
rakyat.
II.1.3. Sarana pendukung LARASITA:
- LARASITA
didukung dengan aplikasi pelayanan pertanahan mobile ( Kantor Pertanahan
Bergerak ) yang menggunakan teknologi internet. Aplikasi ini didesain
untuk dioperasikan dilapangan baik secara online maupun offline.
·
LARASITA dijalankan oleh satuan tugas bermotor ( mobil &
sepeda motor ) dari Kantor Pertanahan untuk melaksanakan semua tugas Kantor
Pertanahan dalam wilayah administrasi Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota,
secara online maupun offline dengan memanfaatkan teknologi mutahir dibidang
pendaftaran tanah, tengan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dihubungkan
melalui satelit dengan memanfaatkan fasilitas internet dan "wireless
communication system".
II.1.4. Status Tanah yang dilayani melalui LARSITA adalah :
- Tanah-tanah Milik Adat / Girik, yang tercatat
pada Buku C Desa / Kelurahan
- Tanah negara Bebas ( Grant Goverment / GG )
II.1.5. Selain pelayanan tersebut diatas LARASITA juga melaksanakan
tugas, antara lain:
- Menyiapkkan
masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional ( reforma agraria
) ;
- Melaksanakan
pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan;
- Melakukan
pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
- Melakukan
pendeteksian awal atas tanah-tanah yang bermasalah;
- Memfasilitsi
penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan dilapangan;
- Menyambungkan
program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarkat ; dan
- Meningkatkan
dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat
II.1.6. Persyaratan permohonan sertipikat melalui program LARASITA
PERMOHONAN SERTIPIKAT DARI GIRIK /
SEGEL ( TANAH MILIK ADAT )
- Mengisi
formulir permohonan yang sudah disiapkan oleh Kantor Pertanahan.
- Fota
Copy KTP Pemohon
- Bukti
tertulis penguasaan tanah yang dimiliki, antara lain : Akta, segel, girik
dan lainnya yang dibuat sebelum tahun 1960 atau Akta PPAT ( beserta
dokumen pendukungnya ) , SPPT PBB ( tahun berjalan ) Kwitansi, segel dan
lainnya.
- Surat
Pernyataan Kepemilikan Tnah yang dikuatkan oleh 2 ( dua ) orang saksi (
formulir disiapkan oleh Kantor Pertanahan )
- Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik selama 20 tahun ( formulir disiapkan Kantor
Pertanahan )
- Surat
Keterangan Kepala Desa / Lurah tentang status kepemilikan tanah yang
diketahui oleh 2 ( dua ) orang saksi ( formulir disiapkan oleh Kantor
Pertanahan ).
- Surat
Kuasa bermaterai Rp. 6.000,- ( apabila diurus oleh pihak ketiga ) ,
disertai fotocopy KTP pemberi kuasa.
- Membayar
biaya administrasi dan pengukuran sesuai dengan PP No. 13 Tahun 2010.
PERMOHONAN
SERTIPIKAT ASAL TANAH NEGARA
PERMOHONAN PERORANGAN
PERMOHONAN PERORANGAN
- Mengisi
formulir permohonan yang sudah disiapkan oleh Kantor Pertanahan.
- foto
copy KTP Pemohon
- Melampirkan
bukti bukti tertulis penguasaan tanah
a.Surat Keputusan
Rembug Desa Diketahui oleh BAPERDES.
b.Surat Keterangan Kepala Desa bahwa tanah dimaksud belum terdaftar dalam Buku C
c.Surat Pernyataan Kepemilikan tanah tidak melebihi 5 ( lima ) bidang
d.Surat Pernyataan penggarapan yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat
4. Melampirkan bukti pembayaran pajak ( SSP/SSB)
5. Membayar biaya administrasi dan biaya pengukuran sesuai PP 13 Tahun 2010.
PERMOHONAN BADAN HUKUM
b.Surat Keterangan Kepala Desa bahwa tanah dimaksud belum terdaftar dalam Buku C
c.Surat Pernyataan Kepemilikan tanah tidak melebihi 5 ( lima ) bidang
d.Surat Pernyataan penggarapan yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat
4. Melampirkan bukti pembayaran pajak ( SSP/SSB)
5. Membayar biaya administrasi dan biaya pengukuran sesuai PP 13 Tahun 2010.
PERMOHONAN BADAN HUKUM
- Mengisi
formulir permohonan yang sudah disiapkan oleh Kantor Pertanahan
- Akta
Pendirian Badan Hukum yang telah disahkan oleh Menteri Hukum
Perundang-undangan dan HAM
- Melampirkan
bukti-bukti tertulis penguasaan tanah, dapat berupa :
a.Ijin Lokasi, atau
b.Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah, atau
c.Kombinasi butir a dan b
4.Surat -Surat lain yang berkaitan dengan permohonan hak ini ( Surat Pernyataan Kepemilikan Tanah )
5.Melampirkan bukti pembayaran pajak ( SSP/SSB )
6.Membayar biaya administrasi dan biaya pengukuran sesuai dengan PP 13 tahun 2010.
b.Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah, atau
c.Kombinasi butir a dan b
4.Surat -Surat lain yang berkaitan dengan permohonan hak ini ( Surat Pernyataan Kepemilikan Tanah )
5.Melampirkan bukti pembayaran pajak ( SSP/SSB )
6.Membayar biaya administrasi dan biaya pengukuran sesuai dengan PP 13 tahun 2010.
II.1.7 JANGKA WAKTU
PENYELESAIAN SERTIPIKAT
Apabila berkas permohonan lengkap dan tanah
yang disertipikatkan tidak terdapat masalah / sengketa, maka kegiatan
sertipikasi melalui LARASITA dapat diselesaikan dalam waktu ± 120 hari
Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan melalui pemanfaatan
reforma agraria serta LARASITA dalam rangka tanah untuk keadilan dan
kesejahteraan rakyat merupakan upaya peningkatan harkat lapisan masyarakat dan
pribadi manusia. Dan LARASITA tersebut harus dapat digunakan sebagai sarana
bagi BPN RI dalam mengantarkan masyarakat selaku penerima manfaat agar menjadi
lebih meningkat taraf kehidupannya melalui program pemberdayaan masyarakat
bidang pertanahan.
II.2. Landasan Hukum pemberdayaan masyarakat
di bidang Pertanahan
Menurut Sumodiningrat
(1999), pemberdayaan masyarakat itu sendiri merupakan upaya untuk memandirikan
masyarakata lewat perwujudan potrensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun
pemberdayaan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.
Adapun pemberdyaan masyarakat senantiasa menyangkut dua keklompok yang saling
terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang di berdayakan dan pihak yang
menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Adapun Landasan Hukumnya, antara
lain :
a. Landasan idiil : Pancasila
b.
Landasan konstitusional : Undang-undang Dasar Negara 1945 dan
perubahannya.
c.
Landasan Politis :
1.
Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001, tentang pembaharuan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
2.
Pidato plitik awal awal tahun Presiden RI tanggal 31 Januari 2007.
d.
Landasan hukum terdiri dari Undang-undang
Sektoral, antara lain:
1.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang penghapuan Tanah-tanah
Partikelir.
2.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
3.
Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1950 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya.
4.
Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian.
5.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda
yang Ada Diatasnya.
6.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-pokok
Pertambangan.
7.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1967
tentang Pangan.
8.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1967 tentang Ketransmigrasian.
9.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah.
10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
11. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah siubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004.
12. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keruangan Negara.
13. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
14. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
15. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan.
16. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
17. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan JANGKA Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
18. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
e. Landasan Operasional
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar.
2.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional.
3.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 dan 4 Tahun 2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN RI serta Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan.
4.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4, 5, 6 dan 8 Tahun
2008 tentang Kelembagaan Reforma Agraria.
5.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 tentang
LARASITA.
II. 3. Upaya BPN RI dalam mewujudkan
pemberdayaan masyarakat
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah suatu
lembaga non departemen yang didirikan berdasarkan Keppres No. 26 Tahun 1988
pada tanggal 19 Juli 1988.
Pemberdayaan masyarakat di
bidang Pertanahan melalui program Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangka
tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan upaya meningkatkan
harkat lapisan masyarakat pribadi manusia. Upaya ini, meliputi :
1. Mendorong, memotivasi, serta meningkatkan
kesadaran masyarakat agar mau berkembang.
2.
Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif
dalam memperkembangkannya.
3. Penyediaan berbagai masukan dan pembukaan
akses terhadap peluang-peluang dari masyarakat yang ingin berkembang.
Peran BPN dalam pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah dengan
menertibkan masyarakat sehingga masyarakat dapat menggunakannya sebagai agunan
bank untuk mendapatkan modal untuk usahanya. Sehingga dengan modal tersebut
masyarakat dapat mengusahakan secara mandiri kesejahteraannya. Dalam hal ini
pemerintah serta instansi terkait melakukan pendampingan dengan mengadakan
program-program pelatihan ketrampilan serta penyediaan fasilitas seperti
perbaikan infrastruktur transportasi dan lain sebagainya. Setelah semuanya
terpenuhi, dalam program pemberdayaan masyarakat dimana setelah diterbitkannya
sertipikat bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan, intinya
dalam pemberdayaan terdapat sistem berkelanjutan.
Upaya pokok yang dilakukan dalam pemberdayaan di bidang pertanahan adalah
peningkatan akses kepada modal, teknologi tepat guna, informasi, lapangan kerja
dan pasar dan fasilitas-fasilitas yang ada. Upaya-upaya tersebut diatas
dilakukan agar masyarakat mau berkembang, maksud berkembang dalam hal ini
adalah membuka diri, tidak bersifat pasif dan tidak beranggapan negative dengan
BPN dan menyambut program-program yang sedang dilaksanakan. Sedangkan upaya BPN
sendiri dengan diadakannya program LARASITA ini yaitu layanan bergerak ( mobile
office), diharapkan bisa mempermudah masyarakat dengan pelayanan yang cepat dan
biaya yang ringan dalam
pengurusan segala bentuk dokumen yang berhubungan dengan tanah. Karena sistim mobilisasi Larasita akan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dengan mengusung motto “Pelayanan Masyarakat Jarak Jauh, Menjangkau yang Tidak Terjangkau”.
Sedangkan pemberdayaan di bidang Pertanahan yang ingin di wujudkan oleh
BPN RI dengan mengoptimalkan pemanfaatan kegiatan yang telah di jalankan yaitu:
1) Melaksanakan
pemberian asset reform secara lebih tertata dan berkeadilan guna mendukung
terbentuknya “Bank Tanah”.
Kegiatan pemberian asset reform yang
biasanya diwujudkan melalui kegiatan redistribusi tanah selama ini dapat
dikatakan hanya merupakan formalisasi penguasaan tanah, dimana tanah-tanah obyek
Landreform (TOL) yang telah dikuasai oleh masyarakat secara informal, kemudian
diformalkan melalui legalisasi asset secara langsung tanpa ada penataan ulang
secara lebih berkeadilan. Kondisi ini mengakibatkan pembagian TOL menjadi tidak
merata bahkan cenderung menguntungkan
pihak-pihak tertentu jika masih terdapat tanah tersisa maka dapat dimasukkan
kedalam tanah cadangan untuk Negara (TCUN) yang pengelolaannya diserahkan
kepada sebuah lembaga “Bank Tanah” untuk didayagunakan bagi kepentingan Negara
maupun masyarakat umum lainnya.
2) Melakukan
pendekatan kepada dunia usaha dalam enyediaan akses reform melalui anggaran
coorporate social responsibility (CSR).
Coorporate Social Responsibility
(CSR)dalam dunia usaha merupakan salah satu bentuk kepedulian kepada masyarakat
disekitarnya. Selama ini bentukkegiatan CSR yang diberikan lebih pada
kegiata-kegiatan fisik yang lebih bersifat chrity atau hadiah sehingga manfaat
yang didapat oleh masyarakat menjadi kurang optimal. Kondisi seperti ini dapat
dimanfaatkan oleh BPN RI dengan melakukan pendekatan kepada pihak dunia usaha
agar bersedia menyalurkan alokasi CSR nya untuk berbagi kegiatan penyediaan
akses reform kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya. Dengan semakin
berdayanya masyarakat yang berarti semakin meningkat pula kesejahteraannya,
akan membawa dampak dengan membaiknyatingkat daya beli dari masyarakat yang
bisa member pangsa pasar baru bagi berbagai produk dari dunia usaha secara umu,
sehingga akan menciptakan sebuah simbiosis mutualisme antara keduanya.
BAB III
KESIMPULAN
III.1. Penutup
Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan
perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya transformasi masyarakat, yaitu
dari masyarakat yang pasif menuju masyarakat yang proaktif dan kritis. Hal ini
juga harus dibarengi dengan proses pelibatan masyarakat dalam berbagai aspek
pengelolaan pertanahan, agar tujuan pemberdayaan masyarakat itu sendiri bisa
tercapai. Tetapi melihat kondisi saat ini, dimana belum optimalnya kegiatan
pemberdayaan yang dijalankan selain dari kondisi internal di BPN juga di
sebabkan beberapa kondisi eksternal yang berkembang, antara lain :
1. Masih terbatasnya peran kelembagaan
masyarakat dibidang pertanahan.
2. Partisipasi masyarakat yang belum maksimal
dalam proses perkembangan masyarakat.
3. Tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian.
4.
tingginya fenomena sengketa dan permasalan pertanahan di masyarakat.
Dengan melihat begitu banyaknya permasalahan yang timbul dan berkembang,
maka dengan adanya suatu program di bidang Pertanahan yaitu LARASITA diharapkan
mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, dan bisa mensukseskan upaya
pemerintah untuk memberdayakan masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat itu
sendiri pada dasarnya, untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat secara
soaioekonomis sehingga mereka bisa lebih mandiri dan bisa memenuhi kehidupan
dasar hidup mereka, serta bisa menjaga keberlanjutan dan kelestarian daya dukung
tanah terhadap pencapaian tujuan dan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
.
Saran
Agar
kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan dapat berjalan dengan
optimal beberapa strategi yang dapat digunakan yaitu :
1. Penguatan
berbagai peraturan pendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang
pertanahan.
2. Peningkatan
kapasitas aparat pelaksana kegiatan pemberdayaan masyarakat
3. Penentuan
jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi kelompok
sasaran.
4. Peran
serta aktif organisasi kemasyarakatan dan lembaga masyarakat setempat
5. Pendampingan
yang dapat berperan sebagai fasilitator, komunikator maupun dinamisator.
6. Partisipasi
aktif dunia usaha dan perbankan dalam mendukung kegiatan pemberdayaan
masyarakat bidang pertanahan.
Referensi
/ Pustaka
1. repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../1705/daftar%20isi.pdf
( Jumat, 19
Oktober 2012, pukul 10:43)
( Jumat, 19
Oktober 2012, pukul 15:26)
3.
http://triayusa.multiply.com/journal/item/131/LARASITA..-nama-yang-aneh-untuk-sebuah-program
(Sabtu,
20 Oktober 2012, pukul 20:51)
4. elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../11_01669.pdf
(Sabtu, 20 Oktober, pukul 21:57)